Sabtu, 22 November 2008

azka kasus

ANALISIS KASUS

Dari kasus yang menimpa Azka, bayi asal Aceh Besar yang sempat koma setelah disuntikan vaksin BCG oleh bidan secara sederhana dapat digambarkan diagram hubungan pihak-pihak yang terkait sebagai berikut :
Bidan
Klien

dokter
Bidan

Bidan
Bidan











Bidan

RS
Bidan

Masy








Bidan dengan Klien
Tanggal 11Maret 2008 lalu. M. Azka anak ketiga dari pasangan Marwan dan Nurmala. Bayi itu terpaksa harus diopname di Rumah Sakit Harapan Bunda, Setui,Banda Aceh, karena “koma”.Kepada media ini, Nurmala menuturkan. Tanggal 11 Maret 2008, dua orang tim medis dari Pukesmas Kecamatan Kuta Baro yaitu Darmawati (yang menyuntik vaksin BCG kepada M. Azka) dan Jubed, yang didampingi Bidan Desa setempat Ratna Juwita, meminta kepada dirinya agar M. Azka diimunisasi dengan menyuntik vaksin BCG di lengan sebelah kanan.Nurmala tidak melihat proses imunisasi tersebut, karena dia tidak tega melihat bayi disuntik. Setelah satu jam diimunisasi, M Azka munah-muntah dan darah terus keluar dari bekas suntikan vaksin BCG tadi.Sekitar pukul 15.00 WIB, Nurmala dan suaminya melaporkan kejanggalan yang dialami M. Azka kepada Bidan Ratna Juwita atau akrab dipanggil Kak Ita.Saat itu, Kak Ita hanya menanggapinya biasa-biasa saja. Katanya,berdarah itu biasa.Sekitar pukul 17.00 WIB hari itu juga, Kak Ita datang. Begitu melihat M. Azka, dia kaget. Lengannya basah dengan darah serta kejang kejang. Tapi, kepada Nurmala, Ita malah mengaku. “Saya belum pernah melihat kasus ini,” kata Kak Ita seperti diucapkan kepada Nurmala.
Bidan menyuntikkan dua kali ke klien dengan alasan pada suntikan pertama tidak berhasil karena bayi lasak (proaktif) kemudian dilakukan penyuntikan yang kedua dan berhasil.
Analisis :
a. Dari Segi Kesehatan
Dari kasus yang disampaikan tidak menggambarkan kondisi yang nyata apakah bidan melakukan tindakan imunisasi BCG sesuai prosedur atau tidak. Tetapi melihat dengan adanya dua buah bekas suntikan di lengan klien , hal tersebut memberikan arahan bahwa bidan melakukan tindakan kekuranghati-hatiann dan ketidaktepatan dalam penyuntikan imunisasi.
Dalam Pedoman Imunisasi di Indonesia ( Satgas Imunisasi IDAI, 2005) dijelaskan Tata cara pemberian Imunisasi :
Sebelum melakukan vaksinasi, dianjurkan untuk :
- memberitahukan secara rinci tentang resiko imunisasi dan resiko apabila tidak divaksinasi
- periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya bila terjadi reaksi iktuan yang tidak diharapkan
- baca dengan teliti informasi tentang produk (vaksin ) yang akan diberikan dan jangan lupa mendapat persetujuan orang tua. Melakukan tanya jawab dengan orangtua atau pengasuhnya sebelum melakukan imunisasi.
- Tinjau kembali apakah ada indikasi kontra terhadap vaksin yang akan diberikan.
- Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan ; periksa tanggal kadaluarsa dan catat hal-hal istimewa, misalnya adanya perubahan warna yang menunjukkan adanya kerusakan.
- Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan pula vaksin lain untuk mengejar imunissasi yang tertinggal bila dibutuhkan.
- Berikan vaksin dengan teknik yang benar
- Setelah pemberian vaksin, kerjakan hal-hal sbb:
a) beri petunjuk kepada orangtua atau pengasuh apa yang harus dikerjakan dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi ikutan yang lebih berat
b) catat imunisasi dalam catatan klinik
c) catatan imunisasi secara rinci harus disampaikan kepada Dinas Kesehatan bidang Pemberantasan Penyakit Menular
d) periksa status iminusasi anggota keluarga lainya dan tawarkan vaksinasi untuk mengejar ketinggalan, bila diperlukan.


b. Dari Segi Moral
Moral adalah nilai-nilai yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Moral juga dapat berarti mengenai apa yang dianggap baik/buruk di masyarakat dalam suatu kurun waktu tertentu sesuai perkembangan / perubahan norma/ nilai.
Bidan belum pernah menjenguk selama klien dirawat di rumah sakit .
Hal tersebut menunjukkan ketidaksesuaian moral dengan apa yang telah dilakukan bidan dengan tidak menjenguk Azka. Karena di dalam masyarakat, apabila ada warganya yang sakit, menjenguknya adalah suatu perbuatan yang dianggap baik. Dan sangat sesuai dengan moral masyarakat pada saat itu.
Setidaknya sebagai bidan desa yang menjadi panutan masyarakat, hendaknya memiliki sifat moral yang baik, antara lain dengan menunjukkan sikap empatinya, dengan menjenguk Azka, apalagi kejadian tersebut berkaitan dengan bidan sendiri.
Saya sangat kecewa kepada bidan Darmiati yang tidak punya beban moral sedikit pun. Seharusnya, selaku seorang perempuan dan juga seorang ibu, dia punya sedikit rasa simpati untuk menjeguk anak kami.Kami tidak pernah meminta bantuan kepada Darmiati untuk membayar biaya perawatan. Kami hanyaingin dia datang sebagai ikatan moral. Itulah yang menjadi suara batin kedua orangtua Azka.

c. Dari Segi Pengetahuan
Bidan malah mengaku. “Saya belum pernah melihat kasus ini,” kata Kak Ita seperti diucapkan kepada Nurmala.
Ini menunjukkan kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh bidan.
Pengetahuan imunisasi yang hendaknya dimiliki seorang bidan mengenai imunisasi antara lain :
Imunisasi BCG
Ketahanan terhadap penyakit TB (Tuberkulosis) berkaitan dengan keberadaan virus tubercle bacili yang hidup di dalam darah. Itulah mengapa, agar memiliki kekebalan aktif, dimasukkanlah jenis basil tak berbahaya ini ke dalam tubuh, alias vaksinasi BCG (Bacillus Calmette-Guerin).
Seperti diketahui, Indonesia termasuk negara endemis TB (penyakit TB terus-menerus ada sepanjang tahun) dan merupakan salah satu negara dengan penderita TB tertinggi di dunia. TB disebabkan kuman Mycrobacterium tuberculosis, dan mudah sekali menular melalui droplet, yaitu butiran air di udara yang terbawa keluar saat penderita batuk, bernapas ataupun bersin. Gejalanya antara lain: berat badan anak susah bertambah, sulit makan, mudah sakit, batuk berulang, demam dan berkeringat di malam hari, juga diare persisten. Masa inkubasi TB rata-rata berlangsung antara 8-12 minggu.
Untuk mendiagnosis anak terkena TB atau tidak, perlu dilakukan tes rontgen untuk mengetahui adanya vlek, tes Mantoux untuk mendeteksi peningkatan kadar sel darah putih, dan tes darah untuk mengetahui ada-tidak gangguan laju endap darah. Bahkan, dokter pun perlu melakukan wawancara untuk mengetahui, apakah si kecil pernah atau tidak, berkontak dengan penderita TB.
Jika anak positif terkena TB, dokter akan memberikan obat antibiotik khusus TB yang harus diminum dalam jangka panjang, minimal 6 bulan. Lama pengobatan tak bisa diperpendek karena bakteri TB tergolong sulit mati dan sebagian ada yang "tidur". Karenanya, mencegah lebih baik daripada mengobati. Selain menghindari anak berkontak dengan penderita TB, juga meningkatkan daya tahan tubuhnya yang salah satunya melalui pemberian imunisasi BCG.
* Jumlah Pemberian:
Cukup 1 kali saja, tak perlu diulang (booster). Sebab, vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga antibodi yang dihasilkannya tinggi terus. Berbeda dengan vaksin berisi kuman mati, hingga memerlukan pengulangan.
* Usia Pemberian:
Di bawah 2 bulan. Jika baru diberikan setelah usia 2 bulan, disarankan tes Mantoux (tuberkulin) dahulu untuk mengetahui apakah si bayi sudah kemasukan kuman Mycobacterium tuberculosis atau belum. Vaksinasi dilakukan bila hasil tesnya negatif. Jika ada penderita TB yang tinggal serumah atau sering bertandang ke rumah, segera setelah lahir si kecil diimunisasi BCG
* Lokasi Penyuntikan:
Lengan kanan atas, sesuai anjuran WHO. Meski ada juga petugas medis yang melakukan penyuntikan di paha.
* Efek Samping:
Umumnya tidak ada. Namun pada beberapa anak timbul pembengkakan kelenjar getah bening di ketiak atau leher bagian bawah (atau di selangkangan bila penyuntikan dilakukan di paha). Biasanya akan sembuh sendiri.
* Tanda Keberhasilan:
Muncul bisul kecil dan bernanah di daerah bekas suntikan setelah 4-6 minggu. Tidak menimbulkan nyeri dan tak diiringi panas. Bisul akan sembuh sendiri dan meninggalkan luka parut.
Jikapun bisul tak muncul, tak usah cemas. Bisa saja dikarenakan cara penyuntikan yang salah, mengingat cara menyuntikkannya perlu keahlian khusus karena vaksin harus masuk ke dalam kulit. Apalagi bila dilakukan di paha, proses menyuntikkannya lebih sulit karena lapisan lemak di bawah kulit paha umumnya lebih tebal.
Jadi, meski bisul tak muncul, antibodi tetap terbentuk, hanya saja dalam kadar rendah. Imunisasi pun tak perlu diulang, karena di daerah endemis TB, infeksi alamiah akan selalu ada. Dengan kata lain, anak akan mendapat vaksinasi alamiah.
* Indikasi Kontra:
Tak dapat diberikan pada anak yang berpenyakit TB atau menunjukkan Mantoux positif.Anak menderita gizi buruk, sedang menderita demam tinggi , menderita infeksi kulit yang luas, pernah sakit tuberkulosis.

d. Dari Segi Hukum
Adanya bukti bahwa terdapat dua bekas tanda suntikan di lengan Azka dan keterlambatan merujuk atau bahkan tidak ada tindakan rujukan yang dilakukan oleh bidan merupakan sebuah kelalaian yang dilakukan bidan.
Soerayo Darsono menyampaikan dalam Etik, Hukum Kesehatan dan Kedokteran, bahwa bidan dapat dikatakan melakukan tindakan malpraktek dan dapat dijerat dalam hukum.
Criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai) misalnya kurang hati-hati melakukan proses kelahiran atau imunisasi.1. Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai menyebabkan mati atau luka-luka berat.Pasal 359 KUHP, karena kelalaian menyebabkan orang mati :Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan mati-nya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.2. Pasal 360 KUHP, karena kelalaian menyebakan luka berat:Ayat (1) Barangsiapa karena kealpaannya menyebakan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.Ayat (2) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehinga menimbulkan penyakit atau alangan menjalankan pekerjaan, jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam de¬ngan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.3. Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan atau pekerjaan (misalnya: dokter, bidan, apoteker, sopir, masinis dan Iain-lain) apabila melalaikan peraturan-peraturan pekerjaannya hingga mengakibatkan mati atau luka berat, maka mendapat hukuman yang lebih berat pula.Pasal 361 KUHP menyatakan:Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini di-lakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pen¬caharian, maka pidana ditambah dengan pertiga, dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusnya di-umumkan.Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.
e. Dari Segi Profesi
Dari definisi malpraktek adalah “kelalaian dari seseorang dokter atau tenaga keperawatan (perawat dan bidan) untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama” (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).Dari definisi tersebut malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar telah terjadi kelalaian bidan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang ukurannya adalah lazim dipergunakan diwilayah tersebut. Andaikata akibat yang tidak diinginkan tersebut terjadi apakah bukan merupakan resiko yang melekat terhadap suatu tindakan medis tersebut (risk of treatment) karena perikatan dalam transaksi teraputik antara bidan dengan pasien adalah perikatan/perjanjian jenis daya upaya (inspaning verbintenis) dan bukan perjanjian/perjanjian akan hasil (resultaat verbintenis).Apabila bidan didakwa telah melakukan kesalahan profesi, hal ini bukanlah merupakan hal yang mudah bagi siapa saja yang tidak memahami profesi kesehatan dalam membuktikan ada dan tidaknya kesalahan. Dalam hal bidan didakwa telah melakukan ciminal malpractice,harus dibuktikan apakah perbuatan bidan tersebut telah memenuhi unsur tidak pidanya yakni :a. Apakah perbuatan (positif act atau negatif act) merupakan perbuatan yang tercelab. Apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap batin (mens rea) yang salah (sengaja, ceroboh atau adanya kealpaan).Selanjutnya apabila bidan dituduh telah melakukan kealpaan sehingga mengakibatkan pasien meninggal dunia, menderita luka, maka yang harus dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah) yang dilakukan dengan sikap batin berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun kurang praduga.
Dalam kasus atau gugatan adanya civil malpractice pembuktianya dapat dilakukan dengan dua cara yakni :1. Cara langsungOleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D yakni :a. Duty (kewajiban)Dalam hubungan perjanjian bidan dengan pasien, bidan haruslah bertindak berdasarkan1) Adanya indikasi medis2) Bertindak secara hati-hati dan teliti3) Bekerja sesuai standar profesi4) Sudah ada informed consent.b. Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban) Jika seorang bidan melakukan pekerjaan menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard profesinya, maka bidan tersebut dapat dipersalahkan.c. Direct Causation (penyebab langsung)d. Damage (kerugian)Bidan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal (langsung) antara penyebab (causal) dan kerugian (damage)yang diderita oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil (outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan bidan.Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka pembuktiannya adanya kesalahan dibebankan/harus diberikan oleh si penggugat (pasien).2. Cara tidak langsungCara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya sebagai hasil layanan (doktrin res ipsa loquitur).Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi kriteria:a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila bidan tidak lalaib. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab bidanc. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada contributory negligence.Misalnya ada kasus saat bidan akan memotong tali pusat bayi, saat memotong tali pusat ikut terluka perut pasien tersebut. Dalam hal ini perut yang luka dapat dijadikan fakta yang secara tidak langsung dapat membuktikan kesalahan bidan, karena:a. Perut bayi tidak akan terluka apabila tidak ada kelalaian tenaga perawatan.b. Memotong tali pusat bayi adalah merupakan/berada pada tanggung jawab bidan.c. Pasien/bayi tidak mungkin dapat memberi andil akan kejadian tersebut.
Begitu pula dengan kejadian Azka, imunisasi yang dilakukan bidan masih dalam konteks kewenangan yang masih dapat ditangani bidan, yaitu imunisasi BCG.

Bidan dengan Bidan
Bidan Desa Ratna Juwita, yang diundang Marwan untuk memberi keterangan kepada wartawan media
ini, langsung datang. “Saya tidakbisa berbuat apa-apa, kasus ini sudah diselidiki lebih jauh oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar,” kata Ratna. Ditanya tentang proses penyuntikan imunisasi pada
Azka, dia menjawab. “Karena menghargai bidan senior, jadi saya menyuruh bidan Darmiati untuk menyuntik Azka,” ungkap Ratna.
Dalam kasus menjelaskan juga mengenai hubungan yang terjadi antara teman sejawat, yaitu antara bidan dengan bidan.
Analisis :
a) Segi Etika
Kode etik merupakan suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai –nilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntutan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi.
Kode etik bidan Indonesia mengenai kewajiban bidan terhadap teman sejawat dan tenaga kesehatan yang lainnys :
§ Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi
§ Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap teman sejawatnya maupun tenaga kesehatan yang lainya.
Dalam kasus Azka, hubungan antara bidan terjalin hubungan dengan baik, menciptakan suasana kerja yang serasi, saling menghormati dan menghargai satu sama lain.
Ditanya tentang proses penyuntikan imunisasi pada
Azka, dia menjawab. “Karena menghargai bidan senior, jadi saya menyuruh bidan Darmiati untuk menyuntik Azka,” ungkap Ratna.
Bidan Ratna menghargai bidan Darmiati.

b) Segi Kesehatan
“Karena menghargai bidan senior, jadi saya menyuruh bidan Darmiati untuk menyuntik Azka,” ungkap Ratna.
Bidan senior yang telah dipercaya oleh bidan desa untuk melakukan imunisasi BCG terhadap Azka malah terjadi ketidak berhasilan, ditandai dengan adanya dua bekas suntikan di lengan tubuh Azka.
Hal ini menunjukkan bahwa kesenioritasan seorang bidan tidak dapat menjadikan acuan pengetahuan atau keterampilan dalam penanganan kesehatan.

c) Segi Hukum
Criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai) misalnya kurang hati-hati melakukan proses kelahiran atau imunisasi.1. Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai menyebabkan mati atau luka-luka berat.Pasal 359 KUHP, karena kelalaian menyebabkan orang mati :Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan mati-nya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.2. Pasal 360 KUHP, karena kelalaian menyebakan luka berat:Ayat (1) Barangsiapa karena kealpaannya menyebakan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.Ayat (2) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehinga menimbulkan penyakit atau alangan menjalankan pekerjaan, jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam de¬ngan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.3. Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan atau pekerjaan (misalnya: dokter, bidan, apoteker, sopir, masinis dan Iain-lain) apabila melalaikan peraturan-peraturan pekerjaannya hingga mengakibatkan mati atau luka berat, maka mendapat hukuman yang lebih berat pula.Pasal 361 KUHP menyatakan:Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini di-lakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pen¬caharian, maka pidana ditambah dengan pertiga, dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusnya di-umumkan.Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.
Bidan Desa Ratna Juwita ketika ditanya tentang proses penyuntikan imunisasi pada Azka, dia menjawab. “Karena menghargai bidan senior, jadi saya menyuruh bidan Darmiati untuk menyuntik Azka,” ungkap Ratna.
Dalam hal ini pertanggungjawaban di depan hukum, adalah bersifat personal, artinya bidan Darmiati sebagai penyuntik imunisasilah yang dapat terjerat dalam KUHP tersebut di atas.

Bidan dengan Dokter
Saat itu juga, ayah M. Azka, Marwan, langsung menelpon Dr. Sulaiman. Saya menelpon Dr. Suliman. Maklum, pada umur Azka 18 hari, Nurmala pernah membawanya ke tempat praktek Dr. Sulaiman, persis di samping Poltabes Banda Aceh, Jambo Tape. Saat itu, Nurmala memeriksa penyebab timbulnya bintik merah pada wajah Azka. Saat itu, Dr.Sulaiman mengatakan, Azka hanya alergi bedak dan tidak ada pengaruh lain. Kepada Marwan, Dr. Sulaiman menganjurkan agar Azka dibawa ke bidan desa. “Kondisi anak saya sejak suntikan BCG sampai malam hari tidak pernah menangis. Tapi pada pukul 24.00 WIB, anak saya menangis terus sampai pagi, sambil muntah-muntah,” jelas Nurmala. Persis tanggal 12 Maret 2008, sekitar pukul 06.00 WIB, Nurmala membawa buah hatinya itu ke rumah
Dr. Sulaiman. Setelah diberi obat,Azka langsung dibawa pulang.

Dalam kasus ini tidak ditemukan keterkaitan langsung antara bidan dengan dokter. Yang Sebaiknya seorang bidan dapat menjalin hubungan baik, berkoordinasi dengan baik untuk kejelasan informasi antara kedua belah pihak. Sehingga keburukan dapat dicegah atau diminimalisir.

Analisis :
a) Segi Kesehatan

b) Segi Hukum
c) Segi Etika
Kode etik bidan Indonesia mengenai kewajiban bidan terhadap teman sejawat dan tenaga kesehatan yang lainnys :
§ Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi
§ Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap teman sejawatnya maupun tenaga kesehatan yang lainya.
Dalam kasus Azka, tidak ada keterkaitan erat dan langsung antara bidan dengan dokter, dengan kata lain bidan tidak menjalin hubungan baik dengan tenaga kesehatan lainya, khususnya dengan dokter yang menangani kasus Azka. Hal ini menyebabkan adanya sikap saling lempar tanggung jawab ketika terjadi sesuatu yang buruk mengenai klien.

d) Hak dan Kewajiban Dokter
Menurut Soeroyo Darsono, dalam menjalankan profesinya, dokter memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang lengkap. Serta mempunyai kewajiban memberikan informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medik yang dilakukan serta berkewajiban untuk bekerja sama dengan profesi dan pihak lain yang terkait, secara timbal balik dalam mamberikan pelayanan terhadap pasien.
Dalam kasus Azka, dokter dapat dikatakan kurang melakukan kewajibanya, yaitu berkewajiban untuk bekerja sama dengan profesi dan pihak lain yang terkait, secara timbal balik dalam mamberikan pelayanan terhadap pasien.
Dokter dapat dikatakan tidak melakukan hubungan dengan pihak lain, profesi lain, yaitu dengan bidan , yang berkaitan dengan kasus yang ditangani. Yaitu bidan yang melakukan imunisasi BCG.

Bidan dengan Rumah Sakit
a) Segi Prosedural
b) Segi Hukum
c) Segi Kesehatan
Bidan dengan Masyarakat
a) Segi Pengetahuan
b) Segi Moral
c) Segi Etika

Tidak ada komentar: