Rabu, 22 April 2009

2 Tahun Keberadaan ATM Kondom, Efektifkah???

Oleh: Prakoso Bhairawa Putera S

Tingginya angka penderita HIV/AIDS di Indonesia, membuat pemerintah sedikit memutar otak untuk kemudian mengeluarkan sebuah terobosan yang oleh sebagian kalangan ditanggapi secara positif dan negatif. Sebagai sebuah republik yang baru sadar dari mimpi panjang. Hal ini sangatlah dimaklumi, ketika muncul sebuah kebijakan baru yang kemudian akan disambut dengan opini publik yang beragam. Karena pada dasarnya memang setiap kebijakan pastilah akan melahirkan dua kutub yang saling bertolak belakang. Akan tetapi, tinggal bagaimana kita menyikapinya.
‘ATM Kondom’ begitulah sebuah terobosan dari pemerintah yang dalam hal ini dijalankan oleh Badan Koordinator Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Bahkan tidak tanggung-tanggung ada 125 ATM kondom yang telah dijalankan sejak bulan Desember 2005 kemarin, sekaligus sebagai langkah sosialisasi. Kini keberadaanya telah berjalan dua tahun. ATM-ATM kondom tersebut telah tersebar di berbagai kota dan disediakan oleh pihak swasta yang tentunya berkoordinasi dengan BKKBN.
Sebenarnya terobosan ini bukanlah hal baru di dunia internasional. Untuk di beberapa Negara besar terutama di Eropa dan Amerikan, fasilitas ini sudah sejak lama disediakan oleh pemerintah. Lalu, kenapa Negara seperti Indonesia mau mengambil bagian dalam penyediaan fasilitas ini.
Hal inilah yang kemudian memunculkan efek positif dan negatif di masyarakat. Bila kita lihat dan telaah. Sebenarnya terobosan yang dilakukan oleh pemerintah ini, biasa dikatakan cukup tepat. Mengingat seks bebas yang merupakan salah satu pemicu penyebaran virus HIV. Selain penggunaan jarum suntik bagi para pengguna narkoba. Dengan tersediaanya ‘alat pengaman’ yang disediakan dengan hanya memasukkan 3 buah uang koin lima ratus rupiah saja, oleh pemerintah diharapkan dapat (minimal) menekan penyebaran virus HIV.
Namun, asumsi positif dari pemerintah ini ditanggapi secara negatif oleh beberapa pihak. Banyak pihak yang beranggapan bahwa apa yang dilakukan pemerintah melalui tangan BKKBN dianggap bias melegalkan free sex yang benar-benar tidak sesuai dengan norma dan budaya timur yang kononnya masih dijunjung tinggi. Free sex yang seharusnya diberantas malah dihalalkan lewat penyediaan ATM kondom tersebut.

Kondisi di Lapangan
Sampai 31 Desember 2004 secara kumulatif jumlah pengidap infeksi HIV ada 3.368 orang dari 30 propinsi, sedangkan kasus AIDS ada 2.682 dari 29 propinsi. Bahkan di beberapa daerah seperti Papua, Bali, Jawa Timur, Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Riau, terdapat kantung-kantung wilayah dengan prevalensi lebih dari 5% sehingga mengubah status Indonesia dari negara dengan prevalensi rendah menjadi negara dengan epidemi terkonsentrasi.
Data tahun 2004 teresebut ternyata terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data Yayasan Pelita Ilmu (YPI) dari Subdit Penyakit Menular Seksual (PMS) Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (PPM-PL) Departemen Kesehatan RI., hingga 30 Juni 2005 menunjukkan 7.098 kasus HIV/AIDS, atau meningkat signifikan dari data sebelumnya, yaitu 6.789 kasus per 31 Maret 2005. Selama April sampai Juni 2005 terdapat 72 kasus infeksi HIV dan 237 kasus AIDS baru. Sehingga dapat dicatat hingga akhir Juni 2005 tercatat 7.098 orang, dengan estimasi mencapai 150.000 orang tertular. Dari 7.098 kasus tersebut, 1.498 di antaranya adalah kaum perempuan dan 54 balita. Parahnya lagi, angka tersebut belum memperlihatkan kondisi yang sebenarnya terjadi karena angka kasus tersebut hanyalah yang tercatat dalam laporan. Angka-angka tersebut persentase penyebarannya tertinggi tertular melalui hubungan seks. Berdasarkan pakar epidemiologi, YPI menyebutkan angka sesungguhnya bisa mencapai 90.000 hingga 130.000 kasus HIV/AIDS
Bahkan yang lebih mencengangkan dari data yang terkumpul teridentifikasi sebanyak 79,5 persen penderita adalah dari kelompok umur 20-39 tahun. Itu artinya mereka termasuk dalam usia produktif. Ini memang sangat memprihatinkan, sebab komitmen internasional dalam millennium development goals (MDG) menargetkan pengendalian penyebaran HIV AIDS dan menurunnya jumlah kasus pada 2015
Survei tentang HIV/AIDS yang digelar Direktorat Jenderal Penanggulangan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan, tahun 2002, mendapatkan data 3 juta lelaki di 10 propinsi di Indonesia yang menjadi pelanggan perempuan pekerja seks komersial (PSK). Hanya sedikit sekali yang menggunakan kondom ketika kontak seks dengan PSK. Harus dicatat angka ini belum mewakili keadaan sesungguhnya karena survei hanya mencakup orang-orang yang relatif mudah dijangkau, misalnya sopir truk, pekerja bangunan dan kalangan ekonomi lemah lainnya karena kesulitan melakukan survei pada pegawai negeri, politisi, orang kantoran, atau pengusaha papan atas (Tempo, Edisi 6, 12 Desember 2004).
Melihat tingginya angka penyebaran virus tersebut, wajar bila pemerintah melakukan berbagai cara untuk kembali menekan jumlah penyebarannya. Seperti dijelaskan diatas penyediaan ATM Kondom bukan tanpa tujuan yang jelas dan bukan sekadar mengikuti tren dunia. Mesin yang dikelolah oleh pihak perusahaan penyidia kontom terbesar di Indonesia yang bekerja sama dengan BKKBN, sejak pertama memang diperuntukkan guna menekan tingginya penyebaran virus HIV/AIDS. Selain itu juga dibuat untuk menekan laju pertumbuhan penduduk. Sekaligus mempermudah masyarakat mengonsumsi alat pengaman dalam berhubungan intim tersebut.
Sejak diluncurkan pertama di Jakarta yang peresmiaan dilakukan oleh Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Makbul Padmanagara. ATM ini telah dimanfaat oleh sebagian masyarakat pengguna. Memang untuk menemukan mesin ini bukanlah perkara mudah dan tidak disembarangan tempat. Untuk di Jakarta sendiri baru tersedia di Polda Metro Jaya, gedung Graha Kencana BKKBN, RSPAD Gatot Sobroto, Mabes TNI AD Cilangkap, Mabes Polri dan Klinik Pasar Baru. Sedang untuk diluar Jakarta baru tersedia di Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Bali, NTB, Riau, Papua dan Irian Jaya Barat. Jaringan ATM ini akan semakin disebarluaskan hingga meliputi seluruh wilayah di Indonesia, termasuk di kota Palembang juga suatu saat.
Bentuk mesin ATM kondom, memang tidak se-mentereng ATM umum yang dipakai oleh pihak perbankkan di Indonesia. ATM ini berwarna putih dan berukuran satu meter kali setengah meter. Namun, mengingat mudahnya akses untuk mendapatkannya, tidak jarang fasilitas ini dimanfaatkan oleh pasangan yang belum melikah atau tidak menikah. Parahnya lagi dengan tersedianya ATM ini memunculkan ketakukan beberapa pihak, akan langsung memancing kaum remaja melakukan seks bebas.
Akan tetapi, walau lokasi penempatannya yang terbuka. Dimana semua orang dapat leluasa membeli kondom tanpa dikontrol. Mereka tetap akan berpikir dua kali karena jika dilihat untuk wilayah Jakarta saja penempatan ATM Kondom diletakkan di tempat-tempat yang cukup membuat kita (maaf) ’agak sungkan’ datang.
Tersedianya fasilitas ini secara umum, akan semakin membuat beberapa kalangan bertanya-tanya. Apakah pemerintah benar-benar berniat menekan laju penyebaran HIV atau justru memunculkan atau bahkan menyuburkan kegiatan prostitusi. Hal ini bisa saja muncul, karena ATM Kondom seakan-akan memotivasi masyarakat untuk melakukan hubungan seks bebas tanpa ada kekhawatiran untuk hamil ataupun tertularnya resiko penyakit kelamin dan HIV/AIDS.

Langkah Sosialisasi Tepat
Berdasarkan data yang ada dapat ditarik kesimpulan bahwa epidemi HIV/AIDS di Indonesia sudah berada dalam tahap lanjut. Penularan terjadi melalui berbagai cara, baik melalui hubungan homoseksual, heteroseksual, jarum suntik pada pengguna narkotika, transfusi komponen darah, hingga dan dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkannya. Infeksi HIV/AIDS juga telah mengenai semua golongan masyarakat, baik kelompok risiko tinggi maupun masyarakat umum. Jika pada awalnya, sebagian besar odha berasal dari kelompok homoseksual maka kini telah terjadi pergeseran dimana persentase penularan secara heteroseksual dan pengguna narkotika semakin meningkat. Beberapa bayi yang terbukti tertular HIV dari ibunya menunjukkan tahap yang lebih lanjut dari tahap penularan heteroseksual. Maka spat dimaklumi terobosan baru pemerintah dengan penyediaan ATM Kondom tersebut.
Untuk tidak memunculkan efek yang lebih membuat pemerintah terpuruk, ada baiknya jika pihak BKKBN melakukan sejumlah kampanye sosialisasi yang dapat membuat masyarakat Indonesia lebih ’mengerti’. Ini penting mengingat masih banyaknya pihak yang masih memandang negatif akan keberadaan ATM Kondom. Langkah sosialiasi melalui berbagai kegiatan dan kampanye serta publikasi melalui media-media adalah langkah kongkrit yang hingga saat ini kurang sekali dilakukan oleh pemerintah. Dari data yang diperoleh menyebutkan bahwa sebagian besar penderita HIV/AIDS berasal dari usia produktif. Kondisi ini lebih disebabkan karena kurangnya pendidikan seks yang benar.
Terlepas dari itu semua permasalahan seks bebas di Indonesia, ada baiknya jika dari diri sendirilah yang menjadi kontrol. Perilaku bertanggung jawab menjadi kuncinya.

Tidak ada komentar: